Bahaya Berkata Jangan Kepada Anak
Banyak kata-kata Jangan yang sering dilontarkan para orang tua kepada anaknya. Kata Jangan ini seringkali terucap ketika melihat si anak berbuat yang agak membahayakan menurut sang bunda. Meskipun dalam aktivitas yang lain juga, kadang kata Jangan ini sering terucap sang bunda. Tapi benarkah kata Jangan ini memberikan pengaruh yang baik kepada anak atau malah sebaliknya?
"Capek bener nih anak, dikasih tahu malah tidak mau diam! Dibilangin jangan naik-naik meja masih saja tidak menurut." Celetuk saat seorang ibu ketika sedang menemani anaknya bermain.
Tanpa disadari ternyata si anak mulai beranjak dewasa dan ternyata sang bunda mendapati si anak sedang bermain crayon yang biasa dipakai kakaknya.
"Haduh, itu punya kakak jangan dimainin entar pada berantakan. Ini kan belinya mahal, besok mau dipakai kakak menggambar." Kata bunda sembari membereskan crayon yang berantakan.
Tak terasa usia si anak menginjak usia 3,5 tahun dan terlihat sangat lucu. Suaranya yang rame membuat suasana keluarga semakin menarik dan menggembirakan.
Si dede karena merasa haus maka iapun bergegas mengambil kursi untuk mengambil aqua gelas yang kebetulan ada di atas meja makan. "E e e jangan naik-naik kursi ntar kalo kepleset bagaimana? Kan bisa jatuh ntar. Sini biar mamah yang ambil air minumnya."
Betapa senangnya si dede karena sudah mendapatkan air yang dari tadi sudah diincarnya. Tak terasa karena semangat minum air, bajunya yang tadi kering berubah menjadi basah karena air yang dipegangnya tidak terminum dengan sempurna, jadi ada yang menetes ke baju.
Dengan sigap si dede menghampiri lemari kecilnya untuk ganti bajunya yang sudah basah karena air. Baru saja hendak mengancingkan baju, sang mamah datang, " Sini biar mama yang kancingkan bajunya biar rapi." tukasnya sambil memegang BBMnya yang habis dicharge.
Waktu berlalu dengan cepatnya dan tak terasa si anak tadi sudah memasuki kelas B Taman Kanak-kanak. Hingga pada akhirnya perpisahan kelas pun tiba. Dengan rapinya si anak dikenakan baju yang baru dan menarik untuk mengikuti acara perpisahan sekolah.
Namun ketika sudah masuk dalam acara perpisahan si dede enggan ikut berbaris dengan temannya. Ia tetap saja memegangi baju mamanya yang kebetulan bercorak batik berwarna cokelat muda.
"Ayoo sana gabung dengan yang lain, ini malah ngekor aja sama mama. Jangan malu-maluin dong, kan bajunya dah baru!" Akan tetapi se dede tetap saja enggan berpisah dengan mamahnya dan tetap merasa nyaman bersama mamanya. Hingga pada akhirnya sang mama kehabisan kesabaran dan membentak anaknya. "Ya udah kalo begitu, pulang saja daripada disini cuma merengek-rengek bae sama mamah."
Begitu cepat waktu berputar dan sang anak sudah memasuki bangku sekolah dasar. Saat itu ada kegiatan Pramuka dan sedang melakukan latihan masak telor ala cepat memakai kayu bakar. Akan tetapi dilihatnya si dede malah bengong saja melihat teman-temannya asyik membuat masakan telor rebus dengan kayu bakar.
Dengan sigap sang mama kemudian menghampiri anaknya yang dari tadi cuma diam saja sembari memberikan omelan kepada anaknya.
Tampak terlihat dari kejauhan seorang guru Pramuka menghampiri ibu dan anak tersebut seraya berkata, "Ayo dik ikut bergabung dengan yang lainnya, gampang kok caranya!" pungkasnya.
"Tidak ah, takut kebakar sama mengganggu yang lain." jawabnya.
"O begitu ya!" balas sang guru sambil membetulkan kaca matanya yang agak sedikit miring.
Secara perlaha guru tersebut kemudian berdiskusi sebentar dengan mama anak tersebut. Diberinya nasehat ibu muda tersebut,"Ibu lain kali anaknya jangan dimarahi lagi, soalnya dia takut kebakar." Sang mama pun hanya mengangguk saja seolah paham dengan nasehat guru Pramuka tersebut.
Mengapa rasa takut ini senantiasa membayang dalam benak si anak tersebut ketika menemukan hal-hal baru di depannya. Mengapa ia tidak mau mencobanya terlebih dahulu dan memilih hanya pasif saja seolah pasrah dengan keadaan?
Kata Jangan ini dan jangan itu lah yang membuat anak tersebut menyimpan memori rasa takut. Segala kebutuhan yang dibutuhkan selalu mama yang menghandle. Akibatnya sejak bayi anak tersebut mulai beranggapan bahwa apa yang dilihatnya tidaklah aman dan membahayakan.
Memenuhi segala kebutuhan si kecil dengan alasan keselamatan, kerapian lebih cepat itu boleh-boleh saja, akan tetapi sebaiknya tidak terlalu over protected atau berlebihan. Berilah kesempatan kepada anak kita untuk menyelesaikan keperluan dan kebutuhannya karena hal ini akan membangun jiwa mandiri anak.
Kata-kata jangan bisa bermanfaat jika digunakan secara bijak. Berilah pemahaman dan penjelasan yang baik apabila memang anak dilarang untuk melakukan kebutuhannya. Berilah pendampingan dan pengawasan yang tepat dan bukan dengan memberikan perintah "Jangan".
"Capek bener nih anak, dikasih tahu malah tidak mau diam! Dibilangin jangan naik-naik meja masih saja tidak menurut." Celetuk saat seorang ibu ketika sedang menemani anaknya bermain.
Tanpa disadari ternyata si anak mulai beranjak dewasa dan ternyata sang bunda mendapati si anak sedang bermain crayon yang biasa dipakai kakaknya.
"Haduh, itu punya kakak jangan dimainin entar pada berantakan. Ini kan belinya mahal, besok mau dipakai kakak menggambar." Kata bunda sembari membereskan crayon yang berantakan.
Tak terasa usia si anak menginjak usia 3,5 tahun dan terlihat sangat lucu. Suaranya yang rame membuat suasana keluarga semakin menarik dan menggembirakan.
Si dede karena merasa haus maka iapun bergegas mengambil kursi untuk mengambil aqua gelas yang kebetulan ada di atas meja makan. "E e e jangan naik-naik kursi ntar kalo kepleset bagaimana? Kan bisa jatuh ntar. Sini biar mamah yang ambil air minumnya."
Betapa senangnya si dede karena sudah mendapatkan air yang dari tadi sudah diincarnya. Tak terasa karena semangat minum air, bajunya yang tadi kering berubah menjadi basah karena air yang dipegangnya tidak terminum dengan sempurna, jadi ada yang menetes ke baju.
Dengan sigap si dede menghampiri lemari kecilnya untuk ganti bajunya yang sudah basah karena air. Baru saja hendak mengancingkan baju, sang mamah datang, " Sini biar mama yang kancingkan bajunya biar rapi." tukasnya sambil memegang BBMnya yang habis dicharge.
Waktu berlalu dengan cepatnya dan tak terasa si anak tadi sudah memasuki kelas B Taman Kanak-kanak. Hingga pada akhirnya perpisahan kelas pun tiba. Dengan rapinya si anak dikenakan baju yang baru dan menarik untuk mengikuti acara perpisahan sekolah.
Namun ketika sudah masuk dalam acara perpisahan si dede enggan ikut berbaris dengan temannya. Ia tetap saja memegangi baju mamanya yang kebetulan bercorak batik berwarna cokelat muda.
"Ayoo sana gabung dengan yang lain, ini malah ngekor aja sama mama. Jangan malu-maluin dong, kan bajunya dah baru!" Akan tetapi se dede tetap saja enggan berpisah dengan mamahnya dan tetap merasa nyaman bersama mamanya. Hingga pada akhirnya sang mama kehabisan kesabaran dan membentak anaknya. "Ya udah kalo begitu, pulang saja daripada disini cuma merengek-rengek bae sama mamah."
Begitu cepat waktu berputar dan sang anak sudah memasuki bangku sekolah dasar. Saat itu ada kegiatan Pramuka dan sedang melakukan latihan masak telor ala cepat memakai kayu bakar. Akan tetapi dilihatnya si dede malah bengong saja melihat teman-temannya asyik membuat masakan telor rebus dengan kayu bakar.
Dengan sigap sang mama kemudian menghampiri anaknya yang dari tadi cuma diam saja sembari memberikan omelan kepada anaknya.
Tampak terlihat dari kejauhan seorang guru Pramuka menghampiri ibu dan anak tersebut seraya berkata, "Ayo dik ikut bergabung dengan yang lainnya, gampang kok caranya!" pungkasnya.
"Tidak ah, takut kebakar sama mengganggu yang lain." jawabnya.
"O begitu ya!" balas sang guru sambil membetulkan kaca matanya yang agak sedikit miring.
Secara perlaha guru tersebut kemudian berdiskusi sebentar dengan mama anak tersebut. Diberinya nasehat ibu muda tersebut,"Ibu lain kali anaknya jangan dimarahi lagi, soalnya dia takut kebakar." Sang mama pun hanya mengangguk saja seolah paham dengan nasehat guru Pramuka tersebut.
Mengapa rasa takut ini senantiasa membayang dalam benak si anak tersebut ketika menemukan hal-hal baru di depannya. Mengapa ia tidak mau mencobanya terlebih dahulu dan memilih hanya pasif saja seolah pasrah dengan keadaan?
Kata Jangan ini dan jangan itu lah yang membuat anak tersebut menyimpan memori rasa takut. Segala kebutuhan yang dibutuhkan selalu mama yang menghandle. Akibatnya sejak bayi anak tersebut mulai beranggapan bahwa apa yang dilihatnya tidaklah aman dan membahayakan.
Memenuhi segala kebutuhan si kecil dengan alasan keselamatan, kerapian lebih cepat itu boleh-boleh saja, akan tetapi sebaiknya tidak terlalu over protected atau berlebihan. Berilah kesempatan kepada anak kita untuk menyelesaikan keperluan dan kebutuhannya karena hal ini akan membangun jiwa mandiri anak.
Kata-kata jangan bisa bermanfaat jika digunakan secara bijak. Berilah pemahaman dan penjelasan yang baik apabila memang anak dilarang untuk melakukan kebutuhannya. Berilah pendampingan dan pengawasan yang tepat dan bukan dengan memberikan perintah "Jangan".
0 Response to "Bahaya Berkata Jangan Kepada Anak"
Post a Comment